Aenews9.com- Indonesia Coruption Watch (ICW) merilis ada 110 kasus penyelewengan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sepanjang 2016-10 Agustus 2017.Dari 110 kasus itu, pelakunya rata-rata dilakukan oleh Kepala Desa alias Kades.
"Dari 139 aktor kasus, 107 diantaranya pelaku korupsi DD dan ADD merupakan kepala desa," kata peneliti ICW, Egi Primayogha,di kantor nya Kalibata,seperti di lansir Aenews9.com dari laman news detik .com.
Selain itu,pelaku korupsi lainnya adalah 30 perangkat desa dan istri kepala desa sebanyak 2orang.
Egi menyebutkan dari dari 110 kasus tersebut,jumlah kerugian negara mencapai Rp.30 Milyar.Data tersebut ia akui berdasarkan dari berbagai sumber media hingga data dari aparat penegak hukum.
Adapun sejumlah bentuk korupsi yang dilakukan pemerintah desa,yaitu Penggelapan, Penyalahgunaan Anggaran, Penyalahgunaan Wewenang, Pungutan liar, Mark Up Anggaran, Laporan fiktif, Pemotongan Anggaran, dan Suap.
" Dari semula bentuk korupsi itu, ada 5 titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan Dana Desa(DD) yaitu dari proses Perencanaan, Proses Pertanggung jawaban, Monitoring ( Monet),Evaluasi Pelaksanaan, dan Pengadaan Barang dan Jasa dalam hal penyaluran dan pengelolaan DanaDesa",terang Egi.
Masih menurut Egi, adapun sejumlah korupsi DD yang di pantau oleh ICW, antara lain membuat rancangan anggaran biaya diatas harga pasar, Mempertanggung jawabkan bangunan fisik dengan Dana Desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.Dan modus lainnya meminjam sementara Dana Desa untuk kepentingan pribadi, namun tidak di kembalikan, lalu ada Pemungutan atau Pemotongan Dana Desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten.
Egi menambahkan, modus lainnya itu adalah penggelembungan atau Mark-up pembayaran honor perangkat desa dan Mark-up pembayaran alat tulis kantor(ATK).
Serta memungut pajak atau restribusi desa namun hasil pungutan tidak di setorkan ke kas desa atau kantor pajak.
Contoh lainnya yaitu pembelian Inventaris Kantor dengan Dana Desa (DD) namun di peruntukan secara pribadi atau juga pemangkasan anggaran publik kemudian di alokasikan untuk kepentingan perangkat desa,serta melakukan kongkalikong proyek yang di danai Dana Desa atau membuat kongkalikong kegiatan proyek Fiktif yang dananya dibebankan dari Dana Desa,"Pungkas Egi(*)