KLIKAENEWS.COM| Bojonegoro - Perang hasil survei, biasanya digunakan oleh para kandidat yang berkompetisi sebagai ajang “kampanye”. Sehingga, akurasi hasil dari survei sebuah lembaga dianggap tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.
Seperti halnya yang disampaikan oleh Sasmito Anggoro, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bojonegoro, menyampaikan bahwa komunikasi politik pun semakin gencar dilakukan oleh para tokoh politik hal ini terlihat sejak Pemilihan Presiden, pemilihan legeslatif secara langsung tahun 2004 yang kemudian diikuti pemilihan kepala daerah secara langsung.
Lembaga survei terkesan menjadi konsultan politik untuk tokoh-tokoh yang bertarung dalam berbagai ajang pemilihan baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada.
Sasmito mencontohkan ada kandidat dari luar Bojonegoro atau luar Jawa Timur yang jarang hadir di Jawa Timur, namun hasil survei yang disuguhkan ke publik kandidat tersebut elektabilitasnya tinggi.
“Selama ini mereka sangat jarang hadir di Bojonegoro atau Jawa Timur, tapi hasil survei elektabikitas tinggi, ini rasanya kan tidak mausk akal, ” ujar Sasmito, Kamis(19/10/2023).
Ia mengingatkan agar publik berhati-hati dan jangan mudah diperdayainya. Apalagi jika hasil survei atau polling yang sangat tinggi.
“Publik harus hati – hati dengan hasil survei Politik untuk sarana kampanye,”ujarnya.
“Lembaga survei yang ada harus bersifat netral dan tidak berpihak kepada partai atau perorangan. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan karena lembaga survei merupakan suatu gambaran yang akan disampaikan kepada masyarakat,” pungkas Sasmito. (*)