KLIK AENEWS.COM|Pacitan, sebuah destinasi wisata yang terkenal dengan keindahan alam, kekayaan budaya, dan kelezatan kuliner. Namun, di balik pesona alamnya, Pacitan juga menyimpan kearifan lokal yang tercermin dalam kebudayaannya. Kebudayaan di sini bukan hanya sekadar warisan leluhur, melainkan identitas dan ciri khas masyarakat setempat.
Budaya dapat terbagi menjadi dua, yaitu budaya nasional dan budaya daerah. Budaya daerah memiliki keunikan tersendiri, mengandung nilai-nilai penting yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu contoh kebudayaan yang melekat kuat di Pacitan adalah Jaranan Pegon, atau lebih dikenal sebagai jaranan plok. Desa Mangunharjo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, menjadi tempat di mana tradisi ini tumbuh dan berkembang.
Jaranan Pegon, atau jaranan plok, bukanlah sekadar seni pertunjukan biasa. Tradisi ini telah ada sejak zaman nenek moyang, menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat. Dari tradisi sederhana, kini melebar dan dilestarikan oleh berbagai kelompok di dusun-dusun seperti Sepatan, Krajan, dan Karanganyar.
Kesenian ini umumnya dipertunjukkan dalam acara hajatan, syukuran, bersih desa, dan event khusus lainnya. Para penonton tidak hanya berasal dari satu desa, namun juga dari desa-desa sekitarnya, menciptakan suasana yang meriah. Di lapangan terbuka, penonton akan disuguhkan atraksi menarik yang membuat mata terbelalak dan hati berdegup kencang.
Dalam pertunjukan jaranan pegon, penari membawakan tarian kuda lumping dan celeng, menggambarkan keberanian dan keanggunan. Penari, umumnya remaja laki-laki, memakai kostum prajurit zaman kerajaan dengan make-up yang menonjolkan karakter mereka. Mereka menari mengikuti irama gamelan, namun lama-kelamaan, penari akan dirasuki oleh makhluk halus dan menari tanpa terkontrol, menciptakan momen dramatis yang menegangkan.
Dalam atraksi menarik, penari juga memperlihatkan keberanian dengan memakan kaca, ayam hidup, bunga, dan telur mentah tanpa merasakan rasa sakit. Semua atraksi ini dipertunjukkan di bawah pengawasan pimpinan supranatural yang memiliki ilmu ghaib tinggi. Meskipun menakutkan bagi yang belum pernah menyaksikan, bagi masyarakat setempat, ini adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang dianggap biasa.
Pentingnya melestarikan kesenian jaranan pegon tidak hanya terletak pada hiburan semata, tetapi juga sebagai wujud pelestarian warisan budaya yang menjadi bagian dari identitas masyarakat Desa Mangunharjo. Dalam event Festival Ronthek Pacitan, Desa Mangunharjo bahkan dipercayakan untuk mewakili Kecamatan Arjosari dengan tema utama, Jaranan Pegon. Sebuah bentuk kebanggaan dan dedikasi untuk melestarikan tradisi yang telah ada sejak zaman nenek moyang.
Kesenian Jaranan Pegon tidak hanya memikat hati penonton dengan keanggunan tariannya, tetapi juga sebagai medium untuk memperkenalkan kekayaan budaya Pacitan ke ranah yang lebih luas. Dalam era modern ini, generasi milenial dituntut untuk tetap menjaga, melestarikan, dan mengembangkan seni dan kebudayaan tradisional sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas lokal. Kehadiran Jaranan Pegon di Pacitan adalah nyata, hidup, dan mengingatkan kita akan kekayaan budaya yang patut dijaga bersama. (Dika Ayu/*)